Thursday, May 13, 2010

subordinat

Di luar Hujan

Kutarik selimutku menutupi tubuhku
seolah mencoba berlindung dari udara yang sarat ketegangan

Di luar hujan

Angin membawa gumpalan-gumpalan awan kumolonimbus
yang hitam, pekat, juga sarat ketegangan

Air, tetesan air, tumpahan air
mengguyur, menampar dinding-dinding, atap dan jendela kamarku
menyelimutinya dengan nuansa ketegangan

Jam 5 sore, diluar masih saja hujan
kedahsyatannya yang tadi sudah berkurang
tetapi langit masih tetap putih atau kelabu apapun itu
dan masih menumpahkan airmatanya keatas atap kamarku yang tersusun dari asbes..
menangisiku?
berlebihan, tapi bisa juga iya
menangisi aku yang sampai saat ini masih berkubang dalam kelemahanku
menangisi kekalahanku, yang sudah klise barangkali
kekalahanku dari monster yang diam dalam diriku.
satu pertanyaan mengusik,
'atau aku-kah yang sedang menumpang dalam pribadi monster itu?
atau salahkah aku, penafsiranku yang menganggap monster itu adalah semacam subordinat?
jika kemunculanya, kemenangannya, kendalinya mendominasi hampir seluruh kehidupanku (atau justru, kehidupan-nya)
bukankah itu berarti akulah yang subordinat?'

Di luar masih hujan
Ingin aku keluar
mencuci segala pemahaman yang salah akan aku dan monster itu..

-----

Dua tahun berlalu,
aku masih bertarung dengan monster yang sama;
keakuan dan keangkuhan yg sama..

No comments:

Post a Comment