Friday, July 9, 2010

Buntu

Buntu. Apa yang kamu lakukan ketika kamu merasa tidak bisa maju, apalagi melaju?
Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk melihat apa yang sudah lalu. Tapi ingat, dalam hal ini kamu harus bijak memilah. Waspadalah supaya jangan kamu membuka halaman yang salah.
Berhati-hatilah, karena diantara lembar-lembar kehidupanmu, seringkali - dan bahkan mungkin selalu - tersimpan akar yang pahit, yang justru membuatmu lumpuh dan lebih terpuruk.

Mari buka masa lalumu untuk menemukan dan mengingat betapa banyak kebaikan yang sudah kamu terima.. dan bukan justru untuk mencari pembenaran atas keadaanmu yang kini stagnan. Dengan begitu kamu akan dapat melumasi roda-rodamu yang berderit macet dan kembali maju, bahkan melaju!

(Catatan ini untukku)

Saturday, May 15, 2010

koin

"yas, mau lanjut belajar disini apa mau maen PS aja di tempat si co?"

"nah mulai lah godaan..."

"yee bukan godaan inimah cuma usul aja"

"hm.. mari kita serahkan semuanya pada probabilitas. aya koin teu jar?"

"haha.. gaya lu! ada nih gopean"

"gini jar, kita tos aja, kalo gambar bunga artinya kita tetep belajar disini, kalo burung kita terbang langsung ke tempat si co"

"Tunggu-tunggu, berapa kali?"

"hmm.. tiga kali lah ya, yang standar-standar aja"

"sip-sip, sini gua dulu yas yang tos"

"haduh jadi deg-degan haha.."

"siap ya, nih..!"



"bunga boy, anda kurang beruntung.. sini-sini gua aja"

"simsalabim.. bismillah!"



"halaah, bunga lagi.. sama aja lu mah. berarti belajar aja disini kita.."

"haha.. ya udah atuh"



"eh coba lima kali yu..!?"

-----

Setelah percobaan ketujuh, kami terbang ke tempatnya si co (keistimewaan manusia terletak dari kemerdekaannya menentukan pilihan - dimana ada kemauan, disitu ada jalan).

Friday, May 14, 2010

Kembalikan surat-suratku

Engkau keparat! kembalikan surat-suratku!
kembalikan segenap cinta didalamnya
kembalikan setiap puji-puja yang tak layak engkau terima
kembalikan surat-suratku!

Pernahkah mereka memiliki arti didepanmu?
tidak, kurasa tidak
maka itu, kembalikan surat-suratku!

kepalaku sarat rencana
masa depanku terlalu panjang
cintaku terlalu mulia
terlalu agung untukmu yang jalang!

sekarang, kembalikan surat-suratku
kembalikan surat-suratku!!!

---

teman, dalam bisik kuberitahu kau sesuatu:

ia tidak pernah benar-benar mencintai
berkali-kali ia hanya terobsesi
pada hari ia menerima surat-suratnya kembali, pada hari itu juga ia menerbangkannya ke tujuan lain.
Dan tahukah teman, aku berani bertaruh, dalam waktu dekat ia sudah kembali berteriak:
"kembalikan surat-suratku!"

Thursday, May 13, 2010

subordinat

Di luar Hujan

Kutarik selimutku menutupi tubuhku
seolah mencoba berlindung dari udara yang sarat ketegangan

Di luar hujan

Angin membawa gumpalan-gumpalan awan kumolonimbus
yang hitam, pekat, juga sarat ketegangan

Air, tetesan air, tumpahan air
mengguyur, menampar dinding-dinding, atap dan jendela kamarku
menyelimutinya dengan nuansa ketegangan

Jam 5 sore, diluar masih saja hujan
kedahsyatannya yang tadi sudah berkurang
tetapi langit masih tetap putih atau kelabu apapun itu
dan masih menumpahkan airmatanya keatas atap kamarku yang tersusun dari asbes..
menangisiku?
berlebihan, tapi bisa juga iya
menangisi aku yang sampai saat ini masih berkubang dalam kelemahanku
menangisi kekalahanku, yang sudah klise barangkali
kekalahanku dari monster yang diam dalam diriku.
satu pertanyaan mengusik,
'atau aku-kah yang sedang menumpang dalam pribadi monster itu?
atau salahkah aku, penafsiranku yang menganggap monster itu adalah semacam subordinat?
jika kemunculanya, kemenangannya, kendalinya mendominasi hampir seluruh kehidupanku (atau justru, kehidupan-nya)
bukankah itu berarti akulah yang subordinat?'

Di luar masih hujan
Ingin aku keluar
mencuci segala pemahaman yang salah akan aku dan monster itu..

-----

Dua tahun berlalu,
aku masih bertarung dengan monster yang sama;
keakuan dan keangkuhan yg sama..

Tuesday, May 11, 2010

istana pasirku

Kubangun kastil kecilku dengan kedua tanganku. Kubangun menara-menaranya dan tembok kotanya, lengkap dengan parit di sekelilingnya.

Dia menuntun aku ke tempat ini. Tempat dimana aku menemukan pasir yang putih dan bersih, pantai yang indah dengan ombaknya yang tidak terlalu besar, ombak yang pecah di jauh sana, jauh dari tempatku membangun istana pasirku.

Aku merasakan kesenangan itu. Kesenangan kanak-kanak yang kudapat dari tiap menara yang berhasil kudirikan. Aku mulai menamai menara-menaraku. Yang ini kunamai karir, yang satu itu kesuksesan dan yang lain hubungan.

Aku larut dalam kesenanganku membangun istana pasirku dan kotanya. Dalam riangku, terkadang aku lupa pada dia yang membawaku ke pantai ini. Sesekali aku ingat. Ya, sesekali aku menoleh dan tersenyum padanya. Sesekali saja… dan hampir selalu terlalu singkat untuk melihat kasih di wajahnya yang lembut dan kedamaian sejati yang dipancarkannya.

Aku cuma kanak-kanak yang membangun istana pasirku dengan imajinasi yang juga kekanak-kanakan.

Pikirku, kastil ini harus kokoh dan istana ini tak boleh roboh. Maka kubangun benteng-bentengnya lebih tinggi dan tebal, ku gali lebih dalam parit disekelilingnya. Dia tersenyum melihat upayaku. Diusapnya keringat dari dahiku dan dielusnya rambutku… lagi aku menoleh padanya, dan lagi itupun terlalu singkat karena dengan segera aku kembali sibuk dengan karyaku.

Aku di puncak kesenangan itu ketika laut mulai pasang. Lidah gelombang-gelombangnya untuk pertama kalinya hampir mencapai istana pasirku. Lagi pikirku, kastil ini harus kokoh dan istana ini tak boleh roboh! Maka ku gali lebih banyak pasir dari paritnya dan ku bangun bentengnya lebih tinggi - dan gelombang itu pun datang.

Menoleh ku ke arah suara deburnya yang bergemuruh. Kurasakan desir lidah airnya ketika melewati betisku, naik hingga mencapai pangkal kakiku – terlepas dari ketidaksadaranku dan ketidaktahuanku dipegangnya pundakku erat hingga aku tidak terjatuh – dan disana aku berdiri melihat istana pasirku, yang kokoh dalam anganku dan tak bisa roboh dalam pikirku, luluh dalam satu sapuan ombak.

Sejenak kurasakan kecewa menyengat pedih kedua mataku. Kabur pandangku dalam genangan air mata kekecewaan. Tapi pasang harus datang.

Kali ini kupandang wajah dia yang membawaku kesini. Tak lagi sejenak, tidak setelah aku merasa aku tak berdaya. Pandangku masih kabur ketika aku untuk pertamakalinya menyadari betapa rapuhnya buatan tanganku. Tapi.. hei, apakah arti senyum diwajahnya itu? Perasaan bahagia dan rasa lega yang aneh tiba-tiba mengaliri sendi-sendiku yang dilemahkan duka. Bahagia, sekaligus juga malu. Malu ketika hatiku bertanya-tanya apakah Ia mau memaafkan aku atas kekurangpedulianku (jika bukan ketidakpedulianku) dan jauh lebih malu ketika senyumnya mengatakan bahwa ia bukan saja memaafkan, tapi juga melupakan segala kesalahanku. Harus kukatakan kebahagiaan yang kurasakan kini jauh lebih besar dari kesenangan yang kurasakan tadi .

Dia mengulurkan tangannya menyambutku. Ketika tanganku dituntunnya aku tahu bahwa aku memiliki segala sesuatu yang kubutuhkan di dalam dia. Kebahagiaan, kedamaian, kasih, sukacita, ketentraman, penghiburan, semuanya mengalir dengan begitu indah. Kami berjalan menyusuri pantai ini. Kami berjalan bersama untuk menemukan tempat baru dimana aku dapat membangun kembali istana pasirku. Di tempat itu juga akan ada ombak. Di tempat itu juga aka nada pasang dan surut. Ah, asalkan aku bersama dia, tak takut aku pada ombak dan tak gentar aku menghadapi pasang.